Sabtu, 20 November 2010

kohesivitas yang produktif

Sebuah proyek penelitian yang dilakukan oleh Stanley (1977, p 69) menunjukkan bahwa hasil thepositive dalam kasus produktivitas sebenarnya adalah konfirmasi besar dari prediksi yang kohesi tinggi terkait dengan variabilitas tinggi antara kelompok-kelompok dalam standar kinerja. Lebih tup (2006, p 226) mendefinisikan empat kategori "Dampak kohesi kelompok: 1) Kepuasan 2) komunikasi 3), permusuhan 4) produktivitas. Meskipun permusuhan sering tinggi dalam kelompok-kelompok kohesif, tapi tindakan seperti diarahkan terhadap non-anggota.

Profesor losh (2001) menjelaskan kelompok thathighly kohesif dapat menerapkan aturan kelompok, apa yang mereka, jauh lebih baik daripada kelompok lain yang kurang kohesif. sesuai dengan tekanan (tekanan internal) lebih besar. Karena orang-orang nilai keanggotaan mereka dalam kelompok tertutup, siap untuk menyesuaikan perilaku mereka dengan norma kelompok. Meskipun badai "pertama" dan konflik, ketika kelompok "gel", sebuah normalisasi "" adalah mengikuti periode dan anggota. Namun, tekanan eksternal yang lebih besar. kelompok penekan yang lebih bersatu pada kelompok dissidentsthe memenuhi pedoman ini, kelompok yang kurang kohesif serta melakukan.
Namun, Lebih tua (2006, p 226) berpendapat bahwa meskipun beberapa peneliti telah menemukan bahwa kelompok kohesif sangat produktif, memiliki tingkat tinggi kohesi kelompok, beberapa hasil buruk. Meskipun kesempatan, kerja sama, dan sebagai akibat dari kohesi tinggi dari anggota kelompok yang dikenal sebagai metode yang paling efektif pengembangan produk dalam industri teknologi tinggi. Sebenarnya, kerja tim didorong dan memang cultureJobs di Silicon Valley.
Untuk kerja sama tim terbaik, manajemen proyek dan hukum merupakan faktor penting. Jika tim ini dikelola dengan baik, sumber daya dapat terbuang. Karena itu, jika kohesi tinggi dalam kelompok dapat mengarah ke peningkatan produktivitas dikelola oleh Grup. karyawan tidak termotivasi dalam kelompok dengan kohesi yang tinggi dapat memimpin seluruh tim demoralisasi dan penurunan produktivitas, sebaliknya, kelompok dengan tinggi cohesionprovided itu dikelola dengan baik dan motivasi staf, beberapa aspek bisa melakukan mujizat. Dalam pengalaman saya dengan kohesi Tinggi, yang dikelola dengan baik dan termotivasi anggota untuk menyelesaikan masalah teknis dan bisnis yang lain mungkin sulit dilakukan dalam waktu yang wajar untuk menyelesaikan.
sumber :

pengaruh kohesivitas dalam sosial

Kajian mengenai perilaku kekerasan yang terjadi dalam suatu kelompok tidak dapat terlepas dari keberadaan kelompok itu sendiri dalam struktur sosial masyarakat. Kelompok memiliki suatu kesatuan perasaan dan aktivitas bersama dalam pola-pola interaksi sosial yang relatif menetap. Adanya perasaan loyal, solidaritas, saling ketertarikan dan saling bekerja sama lebih cenderung timbul dalam suatu ikatan kelompok.


Hasil penelitian psikologi sosial menyebutkan bahwa kelompok yang anggota-anggotanya memiliki kohesivitas tinggi akan memiliki komunikasi yang intensif antar individu-individunya, saling menghargai yang tinggi, interaksi yang kuat, saling memiliki rasa aman dan akan cenderung melakukan suatu kerja sama. Dari karakteristik tersebut dapat diprediksi bahwakelompok akan memiliki peran yang sangat kuat disamping sebagai identitas baru dan juga sebagai kontrol sosial bagi tiap anggota individunya. Pada tahap-tahap tertentu peran kelompok akan sangat dominan terhadap anggotanya sehingga mampu mengkaburkan peran-peran individu di dalam kelompok.Setiap tindakan yang akan dilakukan oleh anggota kelompok akan mengacu pada norma kelompok yang dianutnya.

Salah satu bahasan psikologi sosial menyebutkan bahwa perilaku agresi kekerasan dalam skala kelompok berawal dari adanya proses Berpikir Kelompok (Group Think). Berpikir kelopmpok adalah suatu proses pengambilan keputusan yang terjadi dalam suatu kelompok yang memiliki kohesivitas tinggi. Hal ini dapat dilihat dari beberapa subyek pelaku kekerasan dalam skala kelompok seperti kelompok etnis, kelompok perguruan beladiri, suporter serta kelompok aparat keamanan adalah kelompok yang memiliki kohesivitas yang sangat tinggi. Group Think terjadi dalam kelompok yang sangat menekankan pada konsesus kelompok sehingga kemampuan kritis individu akan cenderung terabaikan (Stephen dalam Hanuwan,2001). Ketika suatu kelompok memutuskan untuk terlibat dalam aksi perilaku kekerasan maka yang terjadi adalah hilangnya peran-peran individu untuk menentukan pendapat akibat adanya ‘konsensus bersama’ yang harus dipatuhi.

Pada saat perilaku agresi muncul sebagai akibat adanya reaksi frustasi agresi kelompok ataupun karena adanya rangsangan fisiologis (phisiological aurosal) atau sebagai respon yang telah dipelajari, maka kelompok akan menghilangkan kontrol sosial yang dimiliki dan meresponnya dalam bentuk tindakan agresi.

Ahli psikologi sosial Irving Janis (Baron & Byrne, dalam Hanurwan, 2001) mengidentifikasi delapan simptom tentang berpikir kelompok (group think) pada proses munculnya kekerasan .Pertama adalah adanya simptom kekebalan diri (illusion of invulnerability), dimana pada situasi ini sebuah kelompok akan memiliki rasa percaya diri yang sangat tinggi dengan keputusan yang diambil dan kemampuan yang mereka miliki. Mereka memandang kelompok mereka yang sangat unggul dan tidak pernah kalah dalam segala hal. Berikutnya adalah adanya simptom stereotip bersama, dimana suatu kelompok memiliki pandangan sempit dan anggapan sepihak bahwa kelompok lain lebih lemah. Adanya simptom moralitas, dimana pada suatu kelompok muncul anggapan bahwa kelompoknyalah yang paling benar dan merasa perlu untuk menjadi pahlawan kebenaran yang bertugas meluruskan kesalahan yang dilakukan kelompok lain. Kemudian adanya simptom rasionalisasi yang menjelaskan adanya argumentasi sendiri bahwa perilaku agresi tersebut merupakan keinginan kelompok lawan sendiri dan tindakan yang dilakukan adalah untuk membebaskan mereka (seperti kasus invasi AS ke Irak).Adanya simptom ilusi anonimitas, dimana ketika ada sebagian anggota yang ragu dengan tindakan kelompoknya namun tidak seorangpun dari mereka memiliki keberanian untuk mengungkapkan keraguan tersebut. Anonimitas yang menyebabkan individu-individu yang masuk dalam kelompok menjadi kehilangan identitas individunya (deindividuasi). Kondisi ini akan mendorong berkurangnya kendali moral individu yang selanjutnya timbul penularan perilaku yang tidak rasional dan cenderung bersifat destruktif. Adanya simptom ini dikuatkan dengan simptom tekanan untuk berkompromi terhadap keputusan kelompok. Individu akan ditekan untuk memiliki pandangan yang sama dengan sebagian besar individu lain yang ada dalam kelompoknya. Sampai pada tahap ini, tahapan berikutnya adalah munculnya gejala Swa-Sensor, dimana dibawah pengaruh kelompok yang sangat kohesif akan membuat sebagian besar orang mensensor setiap pandangan yang berbeda yang muncul dari diri mereka sendiri. Simptom terakhir adalah adanya usaha-usaha pengawasan mental. Dalam kelompok yang kohesif, satu orang atau lebih akan memiliki peran yang secara psikologis bertugas memelihara suasana dengan cara menekan orang yang berbeda pendapat dari kelompok umumnya.
Pola perilaku kekerasan yang didasarkan pada keberadaan simptom-simptom tersebut di dalam suatu kelompok menjadi sebuah persoalan rumit yang sulit untuk dihindari bahkan dihilangkan. Karena esensi dari suatu kelompok itu sendiri yang merupakan bentuk kesatuan sistem sosial dari individu-individu yang ada didalamnya. Sehingga diperlukan strategi-strategi yang efektif untuk mengendalikan dan mengurangi prevalensi perilaku agresi yang dapat muncul dalam suatu kelompok.
Briptu Ritus Nur Armada, S.Psi

sumber :

kohesivitas dalam interaksi

kohesivitas merupakan teamwork dan juga multidimensional.
dalam teamwork banyak teori yang menyatakan bahwa kohesi harus dilakukan bersama dengan keinginan para anggotanya untuk bekerja sama mencapai tujuan. kelompok yang dinyatakan kohesif ditandai dengan considerable interdependece of members, stabilitas antar anggota kelompok, perasaan bertanggung jawab dari hasil usaha kelompok, absent yang berkurang, dan tahan terhadap gangguan. dengan kata lain demi menghasilkan suatu pencapaian yang tinggi diperlukan kerja keras bersama dan maka dari itu relasi antar anggota harus kuat.

kohesivitas adalah multidimensional. dinamika kelompok yang berbeda telah mengkonsep kohesivitas dalam beberapa cara. Kenent Dion yakin bahwa kohesivitas adalah konstruk multidimensional. membentuk kekuatan sosial, rasa untuk bersatu, ketertarikan antar anggota dan kelompok itu sendiri, dan kemampuan kelompok untuk bekerja sebagai tim merupakan semua komponen dari kohesivitas, tetapi kelompok yang kohesif mungkin tidak memiliki seluruh (lengkap) kualitas ini. sehingga, tidak ada kelompok yang benar-benar kohesif. suatu kelompok mungkin menjadi kohesif karena anggotanya bekerja dengan baik dengan anggota lain dan berbeda dari kelompok lain yang menjadi kohesif karena setiap anggotanya memiliki rasa kebersamaan kelompok.

sumber:

kohesivitas

Collins dan Raven (1964)  : kekuatan yang mendorong anggota kelompok untuk tetap tinggal didalam kelompok dan mencenggahnya meninggalkan kelompok.
kohesivitas kelompok juga merupakan suatu rasa "ke-kita-an/ke-kami-an" dalam kelompok yang mengatasi perbedaan individu dan motifnya dalam kelompok. secara singkat, kohesivitas kelompok adalah "sense of belonging".
menurut Tziner (1982), kohesivitas kelompok ada yang berdasarkan relasi interpersonal yang menekankan pada kepuasan emosional (socio-emotional), dan adapula yang berdasarkan pencapaian tujuan yang menekankan pada kesuksesan penyelesaian masalah (tast-instrumental).

ALAT UKUR
1. ketertarikan interpersonal antar anggota
2. ketertarikan anggota pada kegiatan dan fungsi kelompok
3. sejauh mana anggota tertarik pada kelompok sebagai alat untuk memuaskan kebutuhan personalnya (Mc David and Harary)

kelompok yang makin kohesif maka:
- tingkat kepuasan makin besar
- anggota merasa aman dan terlindungi
- komunikasi lebih efektif, bebas, terbuka dan sering
- makin mudah terjadi komformitas

http://strategihr.insannusantara.com/2010/07/bangun-kelompok-dengan-konflik/
http://docs.google.com/viewer?a=v&q=cache:bUz3nnLjyqcJ:klara_ia.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/9085/Handout%2BPsikologi%2BKelompok.pdf.pdf+ketertarikan+interpersonal&hl=id&gl=id&pid=bl&srcid=ADGEESjqIWVtOyhE-rUgvo8AxAX5E4zUR0GTa2BoA3jIcqZw1uFuHja17wF696Q9HRi2bREUpj31WTaa2F-v_JPV67rlGH8e8e1ZX6Su-3GoY2AdKDheeVFXzsGRnU3WZLtSMY9cAR46&sig=AHIEtbS8fuxttMxcGZAg1l6SPua-J2mYeg