Sabtu, 23 Oktober 2010

perilaku agresif massa

analisis yang sudah dilakukan banyak pihak tentang perilaku kekerasan belakangan ini meyebutkan kesenjangn sosial, SARA, polotik massa, budaya kekerasan, dan kooptasi kekuasaan sebagai konsep-konsep non psikologi yang melihat masalah secara sosiologis. semua faktor itu adalah faktor-faktor stimulus yang digolongkan sebagai suatu yang sudah seharusnya.

sebaliknya telaah psikologi sosial, tidak selamanya deprivasi (perasaan kecewa, tertekan, putus asa) dan frustasi yang dikelompokkan sebagai seharusnya oleh sosiolog, mendorong perilaku agresif. walaupun setiap massa adalah agresif dan kekanak-kanakan, tetapi dalam praktek banyak sekali massa yang tidak berubah menjadi agresif. mengapa ??

ada 6 faktor pendahulu atau prasyarat terjadinya kerusuhan massa, salah satu bentuk dari berubahnya deprivasi dan frustasi menjadi perilaku agresif massal. keenam faktor itu ialah
1.tekanan struktural
2.situasi kondusif
3. tersebarnya kepercayaan atau keyakinan tertentu bahwa akan atau sedang terjadi sesuatu
4. berkurangnya kendali sosial dari aparat keamanan
5. tercukupinya sarana atau prasarana untuk memobilisasi massa
6. faktor pemicu

bila seseorang atau kelompok terkena stimulus oleh enam faktor tersebut, lantas berperilaku keras-beringas-berang, aparat pemerintah akan repot menutupi adanya stimulus. dalam konteks itu, benar pandangan bahwa tak selamanya massa yang terstimulir informasi salah tidak akan memiliki pertimbangan rasional.

keyakinan kolektif mengenai membesarnya arogansi kekuasaan, ketimpangan ekonomi dan diskriminasi yang dirasakan masyarakat luas, juga tidak dengan sendirinya melahirkan perilaku kolektif yang merusak. hal ini disebabkan adanya proses dinamika mental yang menfilteri munculnya perilaku merusak.

penjelasan di atas menggambarkan adanya dinamika proses mental setiap individu memungkinkan bukan dengan sendirinya perilaku mereka sebagai taken for granted, sudah seharusnya given untuk suatu perilaku massa yang merusak.

sumber :
http://www.hamline.edu/apakabar/basisdata/1997/02/05/0050.html

kekerasan massa

analisis tetang kekerasan massa selama ini, pada umumnya tak terbatas pada kerusuhan yang terjadi secara sporadis. dengan beberapa faktor dari segi eksternal pelaku atau sebagai masalah sosial; apakah itu faktor kesenjangan sosial ekonomi, unsur SARA ataupun ditunggangi. padahal tak kalah pentingnya adalah analisis dari segi internal masing-masing pelaku individu yang kemudian berbaur sebagai kelompok berperilaku keras atau sebagai masalah psikologi.

ada beberapa sebab mengapa kekerasan massa kurang di dekati secara psikologis :

pertama, kemungkinan psikologi terlalu asyik dengan masalah konvensional seperti anak bermasalah atau konflik perkawinan

kedua, psikologi merasa lebih berkompeten dengan urusan mikro dan bukan makro seperti halnya kekerasan massa

ketiga, pendekatan sosiologis sering menafikan peranan individu dan kemampuan individu mempertimbangkan perilakunya

keempat, berkaitan dengan urgensi memecahkan masalah maka kekerasan massa yang muncul dalam setengah dekade terakhir adalah resultat dari massa yang bertendens.

artinya telaah psikologi, lebih tepat psikologi sosial menempatkan obyek material perilaku sebagai proses dinamika mental. massa yang terbentuk atau membentuk diri, memiliki kecenderungan besar untuk merusak dan melakukan kekerasan. padahal massa tidak dengan sendirinya indentik dengan perilaku merusak atau kekerasan. itulah proses dinamika mental sehingga fakta kekerasan massa tak harus dilihat secara ekstrinsik seperti halnya didekati berbagai disiplin lain selama ini.

apa yang terjadi bila seseorang terkena berbagai stimulus itu ?
mereka bisa terprovokasi, frustasi atau menderita stres lingkungan. kemudian terbentuklah satu keyakinan kolektif, yang walaupun tidak serta merta menjadi perilaku massal, merekalah kelompok potensial untuk terlibat dalam kerusuhan massa. sebaliknya kelompok potensial ini pun bisa berperilaku brutal.

referensi :
http://www.hamline.edu/apakabar/basisdata/1997/02/05/0050.html