Sabtu, 25 Desember 2010

TEORI-TEORI KEPEMIMPINAN

1. Kepemimpinan Menurut Teori Sifat
Dasar : keberhasilan seorang pemimpin ditentukan oleh sifat-sifat, perangai atau
ciri-ciri yang dimiliki orang tersebut. Sifat-sifat tersebut bisa berupa sifat fisik
maupun psikologis.
a) Ordway Tead
Sifat pemimpin terdiri dari : energi jasmani-rohani, kepastian akan
maksud dan arah tujuan, antusiasme atau perhatian yang besar, ramah
tamah, penuh rasa persahabatan dan ketulusan hati, integritas atau
pribadi yang utuh, kecakapan teknis, kecakapan mengajar, kesetiaan.
b) Chester I Barnard
Sifat pemimpin berkaitan dengan sifat pribadinya yang terdiri dari sifat
fisik, skill, teknologi, daya tangkap, pengetahuan, memori dan imajinasi.
Sifat pribadi mempunyai watak yang subjektif, yaitu keunggulan seorang
pemimpin di dalam keyakinan (determination), ketekunan (persistence),
daya tahan (endurance) dan keberanian (courage).
c) Ralph Stodgill

Sifat–sifat pemimpin terdiri dari:
Capacity : intelegen, kewaspadaan, verbal facility, keaslian dan�Capacity : intelegen, kewaspadaan, verbal facility,
kemampuan menilai
Achievement : gelar kesarjanaan, pengetahuan, keberhasilan�Achievement : gelar kesarjanaan, pengetahuan, keberhasilan
dalam olah raga
Responsibility: berdikari, inisiatif, ketekunan, agresivitas, percaya�Responsibility: berdikari, inisiatif, ketekunan, agresivitas,
diri, keinginan untuk unggul
Participation : aktif, pandai bergaul, kerja sama, mudah�Participation : aktif, pandai bergaul, kerja sama, mudah
menyesuaikan diri, humoris
Situation : mental level, status, skill, kebutuhan, interest of�Situation : mental level, status, skill, kebutuhan, interest of
followers, tujuan yang ingin dicapai

2. Kepemimpinan Menurut Teori Perilaku
Perilaku pemimpin cenderung pada dua hal, yaitu:
a) Consideration, dimana pemimpin cenderung pada kepentingan bawahan. Ia
tipe pemimpin yang ramah, mendukung dan membela, mau berkonsultasi,
mendengarkan bawahan, menerima usulan bawahan, memikirkan
kesejahteraan bawahan dan memperlakukan bawahan setingkat dengan
dirinya.
b) Initiating Structure, dimana pemimpin cenderung mementingkan tujuan
organisasi. Ia tipe pemimpin yang suka memberi kritik pada pelaksanaan
tugas-tugas kerja yang jelek, menekankan pentingnya batas waktu
pelaksanaan tugas-tugas kepada bawahan, selalu memberi tahu apa-apa
yang harus dikerjakan bawahan, selalu memberi petunjuk bagaimana
melakukan tugas, memberi standar tertentu atas pekerjaan, meminta
bawahan agar selalu menuruti dan mengikuti standar yang telah ditetapkan,
serta selalu mengawasi bawahan.

Model Kepemimpinan Kontinum
Diajukan oleh Robert Tannenbaum dan Warren H Schmidt, isinya ada tujuh
tingkatan hubungan pemimpin dan bawahan, yaitu:
a) Telling → membuat dan mengumumkan keputusan terhadap bawahan
b) Selling → menjual dan menawarkan keputusan terhadap bawahan
c) Menyampaikan ide dan mengundang pertanyaan
d) Memberi keputusan tentatif yang masih dapat diubah
e) Consulting → memberi masalah dan minta saran pemecahannya
f) Menentukan batas-batas dan minta kelompok untuk membuat keputusan
g) Joining → mengijinkan bawahan berfungsi dalam batas-batas yang
ditentukan

Manajerial Grid (Grafik Kepemimpinan)
Diajukan oleh Robert R Blake dan Jane S Mouton, menurut mereka
kepeminpinan dapat diukur dari dua dimensi, yaitu:
a) Perhatiannya terhadap tugas / hasil (T)
b) Perhatiannya terhadap bawahan / hubungan kerja (H), maka muncul 5

tipe kepemimpinan:
- impoverished leadership (koordinat 1,1)
- middle of the road (koordinat 5,5)
- country club leadership (koordinat 1,9)
- task leadership (koordinat 9,1)
- team leadership (koordinat 9,9)

Manajemen Sistem Dari Likert
Merupakan penyempurnaan, model kepemimpinan kontinum. Ada empat macam
gaya kepemimpinan:
a) Sistem I → otoriter (explosive / authoritative)
b) Sistem II → otoriter yang bijaksana (benevolent authoritative)
c) Sistem III → konsultatif
d) Sistem IV → partisipatif

Teori 3-D
Teori 3-D dari Reddin merupakan pola dasar untuk menentukan perilaku
kepemimpinan, yaitu:
a) Task oriented
b) Relationship oriented
c) Effectiveness oriented

Pola dasar diatas memunculkan 8 gaya kepemimpinan:
- Deserter - Bereaucrat
- Missionary - Developer
- Autocrat - Benevolent autocrat
- Compromiser - Executive

4. Kepemimpinan Menurut Teori Kontingensi
Dalam model Fiedler, terdapat tiga elemen penentu gaya dan perilaku
kepemimpinan efektif, yaitu:
a) Leader-member relations
b) Task structure
c) Leader’s position power
Model Kepemimpinan Menurut Situasi
Tipe kepemimpinan adalah pola perilaku yang ditampilkan oleh seorang
pemimpin pada saat pemimpin itu mencoba untuk mempengaruhi orang lain
sepanjang diamati oleh orang lain.
Gaya kepemimpinan berbeda dari satu situasi ke situasi lainnya sehingga
perlu diagnosa yang baik. Pemimpin yang baik harus mampu mengubah
perilakunya sesuai dengan situasi, serta mampu memperlakukan bawahan sesuai
kebutuhan dan motif yang berbeda-beda.

Tipe kepemimpinan yang situasional terdiri dari:
- direktif
- suportif
- kombinasi

DEFINISI KEPEMIMPINAN

Menurut Blanchard : proses dalam mempengaruhi kegiatan-kegiatan seseorang atau kelompok dalam usahanya mencapai tujuan dalam suatu
situasi tertentu.
Dirumuskan sbb : K = f ( p, b, s )
K : kepemimpinan f : fungsi p : pemipin
b : bawahan s : situasi

Menurut Cragan dan Wright : komunikasi yang secara positif mempengaruhi kelompok untuk bergerak ke arah tujuan kelompok.

Menurut Stogdill (1948) : suatu proses mempengaruhi aktivitas kelompok dalam rangka perumusan dan pencapaian tujuan.

Klasifikasi Gaya kepemimpinan menurut White dan Lippit (1960):
Otoriter → keputusan dan kebijakan seluruhnya ditentukan oleh pemimpin
Demokratis → pemimpin mendorong dan membantu anggota untuk membicarakan dan memutuskan semua kebijakan
Laissez Faire → pemimpin memberikan kebebasan penuh bagi anggota kelompok untuk mengambil keputusan individual dengan partisipasi
pemimpin yang minimal

Syarat-syarat gaya kepemimpinan demokratis yang produktif menurut Gibb
(1969), bila:
a) tidak ada anggota kelompok yamg merasa dirinya lebih mampu mengatasi
persoalan daripada kelompok yang lain
b) metode komunikasi yang tepat belum diketahui atau tidak dipahami
c) semua anggota berusaha mempertahankan hak-hak individual mereka

Syarat-syarat gaya kepemimpinan otoriter yang efektif, bila:
a) kecepatan dan efisiensi pekerjaan lebih utama daripada perundingan
b) situasinya benar-benar baru sehingga anggota kelompok butuh pengertian

Minggu, 28 November 2010

MOTIVASI DAN TUJUAN KELOMPOK

A. Definisi
(1) Proses psikologis yang mencerminkan interaksi antara sikap, kebutuhan,
persepsi dan keputusan yang terjadi pada diri seseorang, timbul dari dalam diri
(intrinsik) atau dari luar diri (ekstrinsik) karena adanya rangsangan.
(2) Dorongan kerja yang timbul pada diri seseorang untuk berperilaku dalam
mencapai tujuan yang telah ditentukan.
(3) Suatu usaha sadar untuk mempengaruhi perilaku seseorang agar mengarah
pada tercapainya tujuan organisasi.


B. Teori-teori Motivasi
1. Teori Kebutuhan
     tindakan manusia pada dasarnya untuk memenuhi kebutuhannya
     Tokoh : Maslow, Herzberg, Mc Clleland, Vroom
     a. Satisfaction of Needs Theory (Maslow)
          menyusun tingkat kebutuhan manusia


     b. Motivation Maintenance Theory (Herzberg)
         Ada 2 faktor yang mempengaruhi individu:
         Satisfiers = intrinsic factor
         Maslow = higher order needs (self esteem dan self actualization)
         Dissatisfiers = extrinsic factor
         Maslow = lower order needs (fisiologis, security dan social)


     c. Teori Kebutuhan dari Mc Clleland
         Need of power
         Need of affiliation
         Need of achievement


Faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi:
1. ciri-ciri pribadi individu (individual characteristic)
2. tingkat dan jenis pekerjaan (job characteristic)
3. lingkungan (environmental situations)

Sabtu, 20 November 2010

kohesivitas yang produktif

Sebuah proyek penelitian yang dilakukan oleh Stanley (1977, p 69) menunjukkan bahwa hasil thepositive dalam kasus produktivitas sebenarnya adalah konfirmasi besar dari prediksi yang kohesi tinggi terkait dengan variabilitas tinggi antara kelompok-kelompok dalam standar kinerja. Lebih tup (2006, p 226) mendefinisikan empat kategori "Dampak kohesi kelompok: 1) Kepuasan 2) komunikasi 3), permusuhan 4) produktivitas. Meskipun permusuhan sering tinggi dalam kelompok-kelompok kohesif, tapi tindakan seperti diarahkan terhadap non-anggota.

Profesor losh (2001) menjelaskan kelompok thathighly kohesif dapat menerapkan aturan kelompok, apa yang mereka, jauh lebih baik daripada kelompok lain yang kurang kohesif. sesuai dengan tekanan (tekanan internal) lebih besar. Karena orang-orang nilai keanggotaan mereka dalam kelompok tertutup, siap untuk menyesuaikan perilaku mereka dengan norma kelompok. Meskipun badai "pertama" dan konflik, ketika kelompok "gel", sebuah normalisasi "" adalah mengikuti periode dan anggota. Namun, tekanan eksternal yang lebih besar. kelompok penekan yang lebih bersatu pada kelompok dissidentsthe memenuhi pedoman ini, kelompok yang kurang kohesif serta melakukan.
Namun, Lebih tua (2006, p 226) berpendapat bahwa meskipun beberapa peneliti telah menemukan bahwa kelompok kohesif sangat produktif, memiliki tingkat tinggi kohesi kelompok, beberapa hasil buruk. Meskipun kesempatan, kerja sama, dan sebagai akibat dari kohesi tinggi dari anggota kelompok yang dikenal sebagai metode yang paling efektif pengembangan produk dalam industri teknologi tinggi. Sebenarnya, kerja tim didorong dan memang cultureJobs di Silicon Valley.
Untuk kerja sama tim terbaik, manajemen proyek dan hukum merupakan faktor penting. Jika tim ini dikelola dengan baik, sumber daya dapat terbuang. Karena itu, jika kohesi tinggi dalam kelompok dapat mengarah ke peningkatan produktivitas dikelola oleh Grup. karyawan tidak termotivasi dalam kelompok dengan kohesi yang tinggi dapat memimpin seluruh tim demoralisasi dan penurunan produktivitas, sebaliknya, kelompok dengan tinggi cohesionprovided itu dikelola dengan baik dan motivasi staf, beberapa aspek bisa melakukan mujizat. Dalam pengalaman saya dengan kohesi Tinggi, yang dikelola dengan baik dan termotivasi anggota untuk menyelesaikan masalah teknis dan bisnis yang lain mungkin sulit dilakukan dalam waktu yang wajar untuk menyelesaikan.
sumber :

pengaruh kohesivitas dalam sosial

Kajian mengenai perilaku kekerasan yang terjadi dalam suatu kelompok tidak dapat terlepas dari keberadaan kelompok itu sendiri dalam struktur sosial masyarakat. Kelompok memiliki suatu kesatuan perasaan dan aktivitas bersama dalam pola-pola interaksi sosial yang relatif menetap. Adanya perasaan loyal, solidaritas, saling ketertarikan dan saling bekerja sama lebih cenderung timbul dalam suatu ikatan kelompok.


Hasil penelitian psikologi sosial menyebutkan bahwa kelompok yang anggota-anggotanya memiliki kohesivitas tinggi akan memiliki komunikasi yang intensif antar individu-individunya, saling menghargai yang tinggi, interaksi yang kuat, saling memiliki rasa aman dan akan cenderung melakukan suatu kerja sama. Dari karakteristik tersebut dapat diprediksi bahwakelompok akan memiliki peran yang sangat kuat disamping sebagai identitas baru dan juga sebagai kontrol sosial bagi tiap anggota individunya. Pada tahap-tahap tertentu peran kelompok akan sangat dominan terhadap anggotanya sehingga mampu mengkaburkan peran-peran individu di dalam kelompok.Setiap tindakan yang akan dilakukan oleh anggota kelompok akan mengacu pada norma kelompok yang dianutnya.

Salah satu bahasan psikologi sosial menyebutkan bahwa perilaku agresi kekerasan dalam skala kelompok berawal dari adanya proses Berpikir Kelompok (Group Think). Berpikir kelopmpok adalah suatu proses pengambilan keputusan yang terjadi dalam suatu kelompok yang memiliki kohesivitas tinggi. Hal ini dapat dilihat dari beberapa subyek pelaku kekerasan dalam skala kelompok seperti kelompok etnis, kelompok perguruan beladiri, suporter serta kelompok aparat keamanan adalah kelompok yang memiliki kohesivitas yang sangat tinggi. Group Think terjadi dalam kelompok yang sangat menekankan pada konsesus kelompok sehingga kemampuan kritis individu akan cenderung terabaikan (Stephen dalam Hanuwan,2001). Ketika suatu kelompok memutuskan untuk terlibat dalam aksi perilaku kekerasan maka yang terjadi adalah hilangnya peran-peran individu untuk menentukan pendapat akibat adanya ‘konsensus bersama’ yang harus dipatuhi.

Pada saat perilaku agresi muncul sebagai akibat adanya reaksi frustasi agresi kelompok ataupun karena adanya rangsangan fisiologis (phisiological aurosal) atau sebagai respon yang telah dipelajari, maka kelompok akan menghilangkan kontrol sosial yang dimiliki dan meresponnya dalam bentuk tindakan agresi.

Ahli psikologi sosial Irving Janis (Baron & Byrne, dalam Hanurwan, 2001) mengidentifikasi delapan simptom tentang berpikir kelompok (group think) pada proses munculnya kekerasan .Pertama adalah adanya simptom kekebalan diri (illusion of invulnerability), dimana pada situasi ini sebuah kelompok akan memiliki rasa percaya diri yang sangat tinggi dengan keputusan yang diambil dan kemampuan yang mereka miliki. Mereka memandang kelompok mereka yang sangat unggul dan tidak pernah kalah dalam segala hal. Berikutnya adalah adanya simptom stereotip bersama, dimana suatu kelompok memiliki pandangan sempit dan anggapan sepihak bahwa kelompok lain lebih lemah. Adanya simptom moralitas, dimana pada suatu kelompok muncul anggapan bahwa kelompoknyalah yang paling benar dan merasa perlu untuk menjadi pahlawan kebenaran yang bertugas meluruskan kesalahan yang dilakukan kelompok lain. Kemudian adanya simptom rasionalisasi yang menjelaskan adanya argumentasi sendiri bahwa perilaku agresi tersebut merupakan keinginan kelompok lawan sendiri dan tindakan yang dilakukan adalah untuk membebaskan mereka (seperti kasus invasi AS ke Irak).Adanya simptom ilusi anonimitas, dimana ketika ada sebagian anggota yang ragu dengan tindakan kelompoknya namun tidak seorangpun dari mereka memiliki keberanian untuk mengungkapkan keraguan tersebut. Anonimitas yang menyebabkan individu-individu yang masuk dalam kelompok menjadi kehilangan identitas individunya (deindividuasi). Kondisi ini akan mendorong berkurangnya kendali moral individu yang selanjutnya timbul penularan perilaku yang tidak rasional dan cenderung bersifat destruktif. Adanya simptom ini dikuatkan dengan simptom tekanan untuk berkompromi terhadap keputusan kelompok. Individu akan ditekan untuk memiliki pandangan yang sama dengan sebagian besar individu lain yang ada dalam kelompoknya. Sampai pada tahap ini, tahapan berikutnya adalah munculnya gejala Swa-Sensor, dimana dibawah pengaruh kelompok yang sangat kohesif akan membuat sebagian besar orang mensensor setiap pandangan yang berbeda yang muncul dari diri mereka sendiri. Simptom terakhir adalah adanya usaha-usaha pengawasan mental. Dalam kelompok yang kohesif, satu orang atau lebih akan memiliki peran yang secara psikologis bertugas memelihara suasana dengan cara menekan orang yang berbeda pendapat dari kelompok umumnya.
Pola perilaku kekerasan yang didasarkan pada keberadaan simptom-simptom tersebut di dalam suatu kelompok menjadi sebuah persoalan rumit yang sulit untuk dihindari bahkan dihilangkan. Karena esensi dari suatu kelompok itu sendiri yang merupakan bentuk kesatuan sistem sosial dari individu-individu yang ada didalamnya. Sehingga diperlukan strategi-strategi yang efektif untuk mengendalikan dan mengurangi prevalensi perilaku agresi yang dapat muncul dalam suatu kelompok.
Briptu Ritus Nur Armada, S.Psi

sumber :

kohesivitas dalam interaksi

kohesivitas merupakan teamwork dan juga multidimensional.
dalam teamwork banyak teori yang menyatakan bahwa kohesi harus dilakukan bersama dengan keinginan para anggotanya untuk bekerja sama mencapai tujuan. kelompok yang dinyatakan kohesif ditandai dengan considerable interdependece of members, stabilitas antar anggota kelompok, perasaan bertanggung jawab dari hasil usaha kelompok, absent yang berkurang, dan tahan terhadap gangguan. dengan kata lain demi menghasilkan suatu pencapaian yang tinggi diperlukan kerja keras bersama dan maka dari itu relasi antar anggota harus kuat.

kohesivitas adalah multidimensional. dinamika kelompok yang berbeda telah mengkonsep kohesivitas dalam beberapa cara. Kenent Dion yakin bahwa kohesivitas adalah konstruk multidimensional. membentuk kekuatan sosial, rasa untuk bersatu, ketertarikan antar anggota dan kelompok itu sendiri, dan kemampuan kelompok untuk bekerja sebagai tim merupakan semua komponen dari kohesivitas, tetapi kelompok yang kohesif mungkin tidak memiliki seluruh (lengkap) kualitas ini. sehingga, tidak ada kelompok yang benar-benar kohesif. suatu kelompok mungkin menjadi kohesif karena anggotanya bekerja dengan baik dengan anggota lain dan berbeda dari kelompok lain yang menjadi kohesif karena setiap anggotanya memiliki rasa kebersamaan kelompok.

sumber:

kohesivitas

Collins dan Raven (1964)  : kekuatan yang mendorong anggota kelompok untuk tetap tinggal didalam kelompok dan mencenggahnya meninggalkan kelompok.
kohesivitas kelompok juga merupakan suatu rasa "ke-kita-an/ke-kami-an" dalam kelompok yang mengatasi perbedaan individu dan motifnya dalam kelompok. secara singkat, kohesivitas kelompok adalah "sense of belonging".
menurut Tziner (1982), kohesivitas kelompok ada yang berdasarkan relasi interpersonal yang menekankan pada kepuasan emosional (socio-emotional), dan adapula yang berdasarkan pencapaian tujuan yang menekankan pada kesuksesan penyelesaian masalah (tast-instrumental).

ALAT UKUR
1. ketertarikan interpersonal antar anggota
2. ketertarikan anggota pada kegiatan dan fungsi kelompok
3. sejauh mana anggota tertarik pada kelompok sebagai alat untuk memuaskan kebutuhan personalnya (Mc David and Harary)

kelompok yang makin kohesif maka:
- tingkat kepuasan makin besar
- anggota merasa aman dan terlindungi
- komunikasi lebih efektif, bebas, terbuka dan sering
- makin mudah terjadi komformitas

http://strategihr.insannusantara.com/2010/07/bangun-kelompok-dengan-konflik/
http://docs.google.com/viewer?a=v&q=cache:bUz3nnLjyqcJ:klara_ia.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/9085/Handout%2BPsikologi%2BKelompok.pdf.pdf+ketertarikan+interpersonal&hl=id&gl=id&pid=bl&srcid=ADGEESjqIWVtOyhE-rUgvo8AxAX5E4zUR0GTa2BoA3jIcqZw1uFuHja17wF696Q9HRi2bREUpj31WTaa2F-v_JPV67rlGH8e8e1ZX6Su-3GoY2AdKDheeVFXzsGRnU3WZLtSMY9cAR46&sig=AHIEtbS8fuxttMxcGZAg1l6SPua-J2mYeg



Jumat, 12 November 2010

TEORI GROUPTHINK



SEJARAH

Teori Groupthink Merupakan hasil karya Irving Janis pada tahun 1972, dimana ia menggunakan pendekatan yang sangat menarik. Janis menggunakan data sejarah untuk mendukung teorinya dengan menganalisa enam episode pengambilan keputusan nasional dimana hasil-hasil bisa bagus atau buruk, tergantung pada batasan-batasan berpikir kelompok (Groupthink). Contoh-contoh negatif meliputi invasi Teluk Babi, Perang Korea, Pearl Harbour, dan eskalasi Perang Vietnam. 
Salah satu kasus Janis tentang pengambilan keputusan yang berhasil adalah respon pemerintahan Kennedy terhadap krisis misil Kuba. Pada bulan Oktober 1962, Kuba ketahuan tengah membangun pangkalan-pangkalan senjata nuklir ofensif dan mempersenjatai mereka dengan rudal-rudal soviet. Presiden Kennedy telah mengalami satu contoh berpikir kelompok (Groupthink) dalam invasi Teluk Babi setahun sebelumnya, dan ia sepertinya sudah belajar apa yang tidak boleh dilakukan dalam krisis-krisis Internasional seperti itu. Misalnya, ia terus menerus mendorong para penasihatnya untuk saling menantang dan berdebat satu sama lain. Ia menahan diri untuk tidak memimpin kelompok tersebut terlalu dini dengan pendapatnya sendiri, dan ia membentuk sub-sub kelompok untuk membahas masalah itu secara terpisah untuk tidak saling memperkuat opini-opini para anggotanya. Banyak anggota, termasuk Kennedy, berbicara dengan pihak luar dan para ahli dan para ahli tentang masalah itu untuk memastikan didengarnya opini-opini segar. Pada akhirnya, Kennedy berhasil melancarkan sebuah blokade militer dan menghentikan pembangunan Kuba-Soviet tersebut. 

Pengertian dan Asumsi-asumsi

Janis meneliti kelengkapan dari keputusan-keputusan kelompok secara seksama. Dengan menekankan pada pemikiran kritis, ia menunjukan bagaimana kondisi-kondisi tertentu dapat mengarah pada kepuasan kelompok yang tinggi akan tetapi output-nya tidak efektif 
Janis menggunakan istilah groupthink sebagai suatu cara berpikir yang dipakai oleh individu ketika mereka terlibat secara mendalam pada sebuah in-group yang kompak, dimana usaha-usaha para anggotanya untuk mencapai kesepakatan mengalahkan motivasi mereka untuk secara realistis memperhitungkan tindakan-tindakan alternative. Groupthink merujuk pada penurunan efisiensi mental, pengujian realita, dan penilaian moral yang diakibatkan oleh tekanan in-group.

Groupthink adalah akibat langsung dari kekompakan didalam kelompok yang pertama kali dibahas secara mendalam oleh Kurt Lewin pada tahun 1930-an, dan sejak saat itu groupthink dipandang sebagai sebuah variable penting dalam keefektifan kelompok. Dalam sebuah kelompok yang sangat kompak, suatu identifikasi bersama yang kuat akan mempersatukan kelompok tersebut.

Kekompakan adalah suatu akibat dari sejauh mana semua anggota memandang bahwa sasaran-sasaran mereka dapat dicapai di dalam kelompok . ini tidak menuntut para anggota untuk memiliki sikap yang sama tetapi para anggota tersebut saling bergantung dan mengandalkan satu sama lain untuk mencapai sasaran-sasaran tertentu yang diinginkan bersama. Penelitian terhadap kelompok kecil menunjukan kekompakan memiliki pengaruh positif karena dapat membantu sinergi efektif dan meminimalkan energi intrinsik.

Teori Groupthink termasuk kedalam kelompok Group Communication Theory. Michael Burgoon dan Michael Ruffner dalam bukunya : Human Communication, A Revision of Approaching Speech / Communication, memberi batasan komunikasi kelompok sebagai interakasi tatap muka dari tiga atau lebih individu guna memperoleh maksud atau tujuan yang dikehendaki seperti berbagi informasi, pemeliharaan diri atau pemecah masalah sehingga semua anggota dapat menumbuhkan karakteristik pribadi anggota lainnya dengan akurat. 

Titik berat komunikasi kelompok adalah pada gejala komunikasi kelompok kecil tentang bagaimana caranya untuk dapat lebih mengerti proses komunikasi kelompok, memperkirakan hasilnya serta lebih meningkatkan proses komunikasi kelompok. 
Ronald B. Adler dan George Rodman dalam bukunya Understanding Human Communication membagi kelompok kedalam tiga tipe, dimana setiap kelompok memiliki karakteristik dan tujuan yang berbeda, kelompok-kelompok tersebut yaitu :

a. Kelompok Belajar (Learning Group)

Ciri yang menonjol dari learning group ini adalah adanya pertukaran informasi dua arah, artinya setiap anggota dalam kelompok belajar adalah kontributor atau penyumbang dan penerima pengetahuan. Jadi, apapun bentuknya, tujuan dari learning group ini adalah meningkatkan pengetahuan atau kemampuan para anggotanya.

b. Kelompok Pertumbuhan (Growth Group) 

Karakteristik yang terlihat dalam tipe kelompok ini adalah growth group tidak mempunyai tujuan kolektif yang nyata, dalam arti bahwa seluruh tujuan kelompok diarahkan kepada usaha untuk membantu para anggotanya mengidentifikasi dan mengarahkan mereka untuk peduli dengan persoalan pribadi yang mereka hadapi.

c. Kelompok Pemecahan Masalah (Problem Solving Group)

Problem Solving Group dalam operasionalisasinya, melibatkan dua aktivitas penting. Pertama, pengumpulan informasi (Gathering Information) yaitu bagaimana sebuah kelompok sebelum membuat keputusan, berusaha mengumpulkan informasi yang penting dan berguna sebagai landasan pengambilan keputusan tersebut. Dan kedua adalah pembuatan keputusan atau kebijakan itu sendiri yang berdasar pada hasil pengumpulan informasi

Dalam dataran teoritis kita mengenal teoritis kita mengenal empat metode pengambilan keputusan, yaitu kewenangan tanpa diskusi (authority rule without discussion), pendapat ahli (expert opinion), kewenangan setelah diskusi (authority rule after discussion), dan kesepakatan (consensus).

a. Kewenangan Tanpa Diskusi

Metode ini seringkali dipakai oleh para pemimpin otokratik atau dalam kepemimpinan militer. Metode ini memiliki beberapa keuntungan, yaitu cepat, dalam arti ketika kelompok tidak memiliki waktu yang cukup untuk memutuskan apa yang harus dilakukan. Selain itu, metode ini secara sempurna dapat diterima kalau pengambilan keputusan yang dilaksanakan berkaitan dengan persoalan-persoalan rutin yang tidak mempersyaratkan diskusi untuk mendapat persetujuan para anggotanya.namun demikian, jika metode pengambilan keputusan ini terlalu sering digunakan, ia akan menimbulkan persoalan-persoalan seperti munculnya ketidakpercayaan para anggota kelompok terhadap keputusan yang ditentukan pimpinannya karena mereka kurang dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan. Pengambilan keputusan akan memiliki kualitas yang lebih bermakna, apabila dibuat secara bersama-sama dengan melibatkan seluruh anggota kelompok, daripada keputusan yang diambil secara individual. 

b. Pendapat Ahli

Kadang-kadang seorang anggota kelompok oleh anggota lainnya diberi predikat sebagai ahli (expert), sehingga memungkinkannya memiliki kekuatan dan kekuasaan untuk membuat keputusan. Metode pengambilan keputusan ini akan bekerja dengan baik, apabila seorang anggota kelompok yang dianggap ahli tersebut benar-benar tidak diragukan lagi kemampuannya dalam hal tertentu oleh anggota kelompok lainnya.
Dalam banyak kasus, persoalan orang yang dianggap ahli tersebut bukanlah masalah yang sederhana, karena sangat sulit menurunkan indikator yang dapat mengukur orang yang dianggap ahli (superior). Ada yang berpendapat bahwa orang yang ahli adalah orang yang memiliki kualitas terbaik untuk membuat keputusan, namun sebaliknya tidak sedikit pula orang yang tidak setuju dengan ukuran tersebut. Karenanya, menentukan apakah seseorang dalam kelompok benar-benar ahli adalah 
persoalan yang rumit. 

c. Kewenangan Setelah Diskusi

Sifat otokratik dalam metode pengambilan keputusan ini lebih sedikit apabila dibandingkan dengan metode yang pertama, karena metode ini mempertimbangkan pendapat atau opini lebih dari satu anggota kelompok dalam proses pengambilan keputusan. Dengan demikian, keputusan yang diambil melalui metode ini akan meningkatkan kualitas dan tanggung jawab. Metode ini juga memiliki kelemahan, yaitu para anggota kelompok akan bersaing untuk mempengaruhi pembuat keputusan.

d. Kesepakatan

Kesepakatan atau konsensus akan terjadi apabila semua anggota dari suatu kelompok mendukung keputusan yang diambil. Metode pengambilan keputusan ini memiliki keuntungan , yaitu partisipasi penuh dari seluruh anggota akan dapat meningkatkan keputusan yang diambil, sebaik seperti tanggung jawab para anggota dalam mendukung keputusan tersebut. Metode konsensus sangat penting khususnya dalam keputusan yang berhubungan dengan persoalan-persoalan yang kritis dan kompleks. Metode ini memiliki kekurangan dalam hal waktu yang dibutuhkan dalam membuat keputusan. Metode ini tidak cocok digunakan dalam keadaan yang mendesak.


sumber:
http://donatdonit.blogspot.com/2010/05/teori-groupthink.html

groupthink

groupthink merupakan kelompok yang kadang-kadang jatuh kedalam gaya berpikir dimana pemeliharaan kelompok kohesi dan kebersamaan menjadi penting dan menjadi hasil yang buruk dalam pengambilan keputusan.
Janis (1972) mendefinisikan sebagai "cara berunding anggota kelompok yang digunakan saat keinginan mereka untuk kebulatan suara mengesampingkan motivasi mereka untuk menilai alternatif-alternatif tindakan secara realistis".

gejala utama groupthink :
-kekebalan kelompok dalam berpikir
-self sensor : terhadap ide-ide yang tidak disetujui
-tingginya tekanan akan konformitas
-tekanan untuk menyesuaikan diri
-diragukannya kepercayaan dalam kelompok

groupthink terjadi paling sering ketika kelompok tersebut sudah kohesif, terisolasi dari pendapat yang saling bertentangan dan dimana pemimpin terbuka dan direktif.

sumber:
http://changingminds.org/explanations/theories/groupthink.htm

-DEINDIVIDUASI-

Deindividuasi adalah keadaan hilangnya kesadaran akan diri sendiri (self awareness) dan pengertian evaluatif terhadap diri sendiri (evaluation apprehension) dalam situasi kelompok yang memungkinkan anominitas dan mengalihkan atau menjauhkan perhatian dari individu (Festinger, Pepilone, & newcomb, 1952).

perspektif teoritis
1. Teori perilaku kolektif
kolektif yaitu kumpulan individu yang lebih dari sekedar agregrat, tapi juga bukan kelompok yang sebenarnya.

tipe kolektif
a social agerat : collective outburst (riots, mobs, dsb)
b. collective movement : organisasi politik, dsb

- teori konvergen
   mewakili orang dengan kebutuhan, keinginan dan emosi situasi crowd memicu pelepasan spontan dari
   perilaku-perilaku yang sebelumnya terkontrol.
- teori contagion
   emosi dan perilaku dapat ditransmisi dari satu orang keorang lain sehingga orang cenderung berperilaku
   sangat mirip dengan orang lain
- teori emergent-norm
   teori gabungan konvergen-contagion, crowd, mob dan kolektif lainnya hanya kelihatan setuju sepenuhnya
   dalam emosi dan perilaku karena anggotanya patuh pada norma dalam situasi tertentu.

2. teori deindividuasi
penyebab
1. rendahnya identiafibilitas seseorang
2. rasa keanggotaan dalam kelompok
3. ukuran kelompok semakin besar, semakin terdeindividuasi
4. kebangkitan personil : amarah

Sumber : http://docs.google.com/viewer?a=v&q=cache:bUz3nnLjyqcJ:klara_ia.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/9085/Handout%2BPsikologi%2BKelompok.pdf.pdf+ketertarikan+interpersonal&hl=id&gl=id&pid=bl&srcid=ADGEESjqIWVtOyhE-rUgvo8AxAX5E4zUR0GTa2BoA3jIcqZw1uFuHja17wF696Q9HRi2bREUpj31WTaa2F-v_JPV67rlGH8e8e1ZX6Su-3GoY2AdKDheeVFXzsGRnU3WZLtSMY9cAR46&sig=AHIEtbS8fuxttMxcGZAg1l6SPua-J2mYeg

Jumat, 05 November 2010

perform dalam kelompok

PERFORMANCE
(kerja sama dalam kelompok)
fasilitas sosial (Norman Triplett 1897) memaparkan tentang kehadiran orang lain meningkatkan kinerja seseorang.



1. Coaction Paradigm
beberapa orang melakukan tugas dan ditempat yang sama, tetapi tidak saling
berinteraksi. contohnya saat ujian. walaupun berada ditempat dan melakukan hal sama, tetap saja ada peraturan yang harus disepakati dengan cara tidak berinteraksi dengan peserta lainnya.

2. Audience Paradigm (passive spectators)
kehadiran orang lain justru menghambat kinerja. jika kita sedang fokus pada suatu hal, misalnya saja saat kita belajar ada yang membuat kisruh atau berisik, maka saat itu konsentrasi kita akan pecah dan itu membuat kinerja kita terhambat.

Penelitian Robert Zajonc:
*Respon dominan
fasilitasi sosial yang ada meningkatkan kinerja seseorang, maka respon dominan itu sesuai

*Respon nondominan
fasilitasi sosial yang ada menurunkan kinerja seseorang, maka respon dominan itu tidak sesuai

Penyebab fasilitasi sosial:
1. adanya dorongan
2. kekhawatiran akan penilaian (evaluasi) orang lain
3. distraksi (perhatian yang terpecah)

Performance Dalam Kelompok yang Berinteraksi

Tipologi tugas dari Steiner didasarkan pada kombinasi antara:
- jenis-jenis tugas yang dapat dibagi
- jenis-jenis hasil yang diinginkan
- prosedur-prosedur individu dalam memberi masukan




Tipologi tugas menurut Steiner
1. Divisible : subtugas dapat dibagi-bagi kepada beberapa anggota
2. Unitary >< divisible : satu tugas hanya dikerjakan satu orang saja
3. Maximazing : yang diutamakan adalah produk atau kuantitas maksimal
4. Optimazing : yang terutama adalah kinerja atau kualitas optimum
5. Additive : adanya penambahan input individual untuk menghasilkan produk
kelompok
6.Compensatory : rata-rata penilaian individu untuk menghasilkan produk
kelompok
7. Disjunctive : kelompok harus mempunyai satu jawaban spesifik terhadap tipe
masalah ya atau tidak
8. Conjuctive : semua anggota harus melakukan tindakan yang spesifik sebelum
tugas selesai dengan sempurna
9. Discretionary : jika anggota bebas memilih, metode mana yang disukainya
dengan mengkombinasikan input individualnya

Memprediksi Performance Kelompok
Klasifikasi tugas penting karena:
tipe tipe tugas yang berbeda memerlukan sumber daya yang berbeda jika anggota kelompok mempunyai sumberdaya tersebut maka akan sukses.

Kamis, 04 November 2010

norming dan pembentukan struktur kelompok

NORMING
merupakan tahap stabilisasi dimana aturan, ritual dan prosedur telah ditetapkan dan diterima oleh seluruh anggota. ditandai dengan berkembangnya hubungan yang karib dan kelompok memperagakan kekohesifannya (kesalingtertarikannya). ada rasa yang kuat akan identitas kelompok dan persahabatan. tahap ini selesai bila struktur kelompok telah kokoh dan kelompok telah menyerap perangkat pengharapan dari apa yang didefinisikan oleh perilaku anggota yang benar.


pembentukan struktur kelompok :
a. ROLE (peran)
perilaku yang biasanya ditampilkan orang sebagai anggota kelompok yang menyediakan basis harapan berkaitan dengan perilaku orang dalam posisi yang bervariasi dalam kelompok.  peran juga merupakan seperangkat pola perilaku yang diharapkan, dikaitkan pada seseorang yang menduduki suatu posisi tertentu dalam suatu satuan sosial. Shakespeare berkata : "dunia ini sekedar panggung, dan semua pria dan wanita semata-mata pemain". dengan kata lain, semua anggota kelompok adalah aktor, masing-masing memainkan peran.

beberapa jenis peran :
- peran identitas : sikap-sikap dan perilaku tertentu yang konsisten dengan suatu peran.
- persepsi peran : pandangan seorang individu mengenai bagaimana ia seharusnya bertindak dalam situasi tertentu.
- pengharapan peran : bagaimana orang lain meyakini seseorang seharusnya bertindak dalam suatu situasi tertentu.

perbedaan peran :
task roles → tugas 
socioemotional roles → sosioemosi

 teori 3 dimensi peran :
a. dominance - submission
b. friendly - unfriendly
c. instrumentally controlled - emotionally eupressive 

konflik peran :
bila seseorang individu dihadapkan pada pengharapan peran yang berlainan.


b. norma (norm)
standar perilaku yang dapat diterima baik yang digunakan bersama oleh anggota kelompok. misalnya : kita tidak mengkritik orang didepan umum. sejauh ini norm dalam organisasi bersifat informal. lazim nya norma berkembang secara bertahap, ketika anggota kelompok mengetahui perilaku-perilaku apakah yang diperlukan agar kelompok berfungsi secara efektif.


c. hubungan antar anggota


Sabtu, 30 Oktober 2010

berkembangnya konflik

konflik. kenapa sih selalu terjadi konflik? disetiap tempat baik disekitar maupun didunia luar selalu terjadi konflik. konflik disini juga didasarkan oleh beberapa definisi menurut beberapa tokoh.

beberapa macam definisinya yaitu :


  1. Konflik dalam organisasi sering terjadi tidak simetris terjadi hanya satu pihak yang sadar dan memberikan respon terhadap konflik tersebut. Atau, satu pihak mempersepsikan adanya pihak lain yang telah atau akan menyerang secara negatif (Robbins, 1993).
  2. Konflik merupakan ekspresi pertikaian antara individu dengan individu lain, kelompok dengan kelompok lain karena beberapa alasan. Dalam pandangan ini, pertikaian menunjukkan adanya perbedaan antara dua atau lebih individu yang diekspresikan, diingat, dan dialami (Pace & Faules, 1994:249).
  3. Konflik dapat dirasakan, diketahui, diekspresikan melalui perilaku-perilaku komunikasi (Folger & Poole: 1984).
  4. Konflik senantisa berpusat pada beberapa penyebab utama, yakni tujuan yang ingin dicapai, alokasi sumber – sumber yang dibagikan, keputusan yang diambil, maupun perilaku setiap pihak yang terlibat (Myers,1982:234-237; Kreps, 1986:185; Stewart, 1993:341).
  5. Interaksi yang disebut komunikasi antara individu yang satu dengan yang lainnya, tak dapat disangkal akan menimbulkan konflik dalam level yang berbeda – beda (Devito, 1995:381)
dan secara umum disebutkan suatu proses sosial antara dua orang atau lebih (bisa juga kelompok) dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya.

munculnya konflik dikarenakan adanya perbedaan dan keragaman. umumnya konflik terjadi karena tidakadanya kepuasaan yang didapat oleh individu maupun kelompok tertentu. sebut saja masalah ekonomi yang selalu dijadikan sumber utama penyebab konflik dimasyarakat. begitu pula masalah politik yang tidak pernah ada habisnya untuk diredamkan. 
yang menjadi bertambah besarnya konflik bukan hanya faktor masalah itu sendiri tetapi ada pula pengaruh dari orang lain yang sering disebut provokator. dimana sebuah masalah yang awalnya hanya sebatas ketidakpuasan yang mungkin dapat diatasi dengan adanya pembicaraan antara kedua belah pihak yang terlibat tetapi bisa menjadi besar dengan pecahnya kedamaian. karena itu lah kadang konflik selalu berkembang berlebihan dari apa yang sebenarnya harus terjadi. 


apakah harus terjadi seperti itu untuk menyelesaikan sebuah masalah???
disini yang harus ditekankan adalah kesadaran. dimana setiap pihak yang terlibat harus sadar akan dampak dari perpecahan konflik yang mereka buat. masalah tidak akan pernah selesai jika selalu diipenuhi kekerasan. dan jika sudah terjadi seperti itu kompromi dengan duduk bersama membicaran masalah dengan kepala dingin tidak akan pernah terjadi. dan ini lah mengapa selalu saja ada konflik yang berkembang menjadi amuk massa yang terjadi dinegeri tercinta kita ini.

apakah hal ini harus terus terjadi?

penyebab konflik di masyarakat



  • Perbedaan individu, yang meliputi perbedaan pendirian dan perasaan.
Setiap manusia adalah individu yang unik. Artinya, setiap orang memiliki pendirian dan perasaan yang berbeda-beda satu dengan lainnya. Perbedaan pendirian dan perasaan akan sesuatu hal atau lingkungan yang nyata ini dapat menjadi faktor penyebab konflik sosial, sebab dalam menjalani hubungan sosial, seseorang tidak selalu sejalan dengan kelompoknya. Misalnya, ketika berlangsung pentas musik di lingkungan pemukiman, tentu perasaan setiap warganya akan berbeda-beda. Ada yang merasa terganggu karena berisik, tetapi ada pula yang merasa terhibur.
  • Perbedaan latar belakang kebudayaan sehingga membentuk pribadi-pribadi yang berbeda.
Seseorang sedikit banyak akan terpengaruh dengan pola-pola pemikiran dan pendirian kelompoknya. Pemikiran dan pendirian yang berbeda itu pada akhirnya akan menghasilkan perbedaan individu yang dapat memicu konflik.
  • Perbedaan kepentingan antara individu atau kelompok.
Manusia memiliki perasaan, pendirian maupun latar belakang kebudayaan yang berbeda. Oleh sebab itu, dalam waktu yang bersamaan, masing-masing orang atau kelompok memiliki kepentingan yang berbeda-beda. Kadang-kadang orang dapat melakukan hal yang sama, tetapi untuk tujuan yang berbeda-beda. Sebagai contoh, misalnya perbedaan kepentingan dalam hal pemanfaatan hutan. Para tokoh masyarakat menanggap hutan sebagai kekayaan budaya yang menjadi bagian dari kebudayaan mereka sehingga harus dijaga dan tidak boleh ditebang. Para petani menbang pohon-pohon karena dianggap sebagai penghalang bagi mereka untuk membuat kebun atau ladang. Bagi para pengusaha kayu, pohon-pohon ditebang dan kemudian kayunya diekspor guna mendapatkan uang dan membuka pekerjaan. Sedangkan bagi pecinta lingkungan, hutan adalah bagian dari lingkungan sehingga harus dilestarikan. Di sini jelas terlihat ada perbedaan kepentingan antara satu kelompok dengan kelompok lainnya sehingga akan mendatangkan konflik sosial di masyarakat. Konflik akibat perbedaan kepentingan ini dapat pula menyangkut bidang politik,ekonomi, sosial, dan budaya. Begitu pula dapat terjadi antar kelompok atau antara kelompok dengan individu, misalnya konflik antara kelompok buruh dengan pengusaha yang terjadi karena perbedaan kepentingan di antara keduanya. Para buruh menginginkan upah yang memadai, sedangkan pengusaha menginginkan pendapatan yang besar untuk dinikmati sendiri dan memperbesar bidang serta volume usaha mereka.

sumber :

nilai yang cepat hilang di masyarakat




  • Perubahan-perubahan nilai yang cepat dan mendadak dalam masyarakat.
Perubahan adalah sesuatu yang lazim dan wajar terjadi, tetapi jika perubahan itu berlangsung cepat atau bahkan mendadak, perubahan tersebut dapat memicu terjadinya konflik sosial. Misalnya, pada masyarakat pedesaan yang mengalami proses industrialisasi yang mendadak akan memunculkan konflik sosial sebab nilai-nilai lama pada masyarakat tradisional yang biasanya bercorak pertanian secara cepat berubah menjadi nilai-nilai masyarakat industri. Nilai-nilai yang berubah itu seperti nilai kegotongroyongan berganti menjadi nilai kontrak kerja dengan upah yang disesuaikan menurut jenis pekerjaannya. Hubungan kekerabatan bergeser menjadi hubungan struktural yang disusun dalam organisasi formal perusaan. Nilai-nilai kebersamaan berubah menjadi individualis dan nilai-nilai tentang pemanfaatan waktu yang cenderung tidak ketat berubah menjadi pembagian waktu yang tegas seperti jadwal kerja dan istirahat dalam dunia industri. Perubahan-perubahan ini, jika terjadi seara cepat atau mendadak, akan membuat kegoncangan proses-proses sosial di masyarakat, bahkan akan terjadi upaya penolakan terhadap semua bentuk perubahan karena dianggap mengacaukan tatanan kehiodupan masyarakat yang telah ada.

sumber :
http://wapedia.mobi/id/Konflik?t=4.

Jumat, 29 Oktober 2010

proses tahapan dalam kelompok

 kelompok terdapat banyak macamnya dan juga memiliki tahapan-tahapan tersendiri. berikut merupakan tahapan proses dalam kelompok :

1. FORMING
 yaitu sebuah awal dalam pembentukan kelompok. contohnya seseorang mengikuti suatu kegiatan dengan maksud menjalankan tugas, pada saat itu ia tidak mengenal seorangpun dan ia terus berfikir bagaimana dapat menjalin sebuah hubungan baik dengan sesama peserta. dan fasilitator dalam kepanitiaan juga bertugas memastikan bahwa setiap anggota atau peserta dapat merasa nyaman dengan lingkungan barunya. maka tidak mengherankan dalam sebuah organisasi kegiatan maupun sebuah acara selalu menyediakan materi games dimana membuat peserta menjadi lebih tertarik.

·    dalam teorinya freud yaitu menurut pandangan psikoanalisis, pembentukan kelompok dibagi menjadi 2
    proses :
    a.) identifikasi
         suatu cara seseorang mengambil ciri-ciri dari orang lain.dimana individu ini menjadikan orang lain (orang  
         tua, kakak, ataupun idola) sebagai model egonya--ego ideal

    b.) transferen
         bagaimana pembentukan individu pada masa awal kehidupan individu mempengaruhi perilaku    
         kelompok
         selanjutnya. dimana otoritas pemimpin kelompok akan menjadi figur oleh individu.

·  dilihat dari sudut pandang SOSIOBIOLOGI
    seseorang yang bergabung dengan kelompok untuk memuaskan keinginan yang kuat secara biologis.

·  SOSIAL COMPARE

·  PERTUKARAN SOSIAL :
    mempertimbangkan :
        1. reward
        2. cost
    mempertimbangkan untung rugi dengan berusaha mendapatkan reward yang sebesar-besarnya dan
    menguragi cost yang sekecil-kecilnya.

2. STORMING
    tahap ini peran dari masing-masing individu mulai terbentuk. fase ini sangat penting karena tahap ini akan
    terjadi tarik menarik, uji coba, bahkan konflik. benturan antarpribadi sangat mungkin terjadi bahkan
    anggota dengan pemimpin kelompok.
    tahapan perkembangan konflik :
    a. disagreement : adanya ketidakcocokan
    b. confrontation : verbal attact (dua orang atau lebih saling bertentangan), dengan akhir tingkat koalisi
                              menjadi terpolarisasi
    c. escalation : konflik yang terjadi mencapai klimaks
    d. deescalation : menurunnya konflik karena adanya kesadaran
        - nogosiasi : adanya keuntungan atau hikmah positif yang bisa diambil
        - membangun kepercayaan : membicarakan atau mengomunikasikan keinginan dengan hati-hati
e. conflict resolution

3. NORMING
    tahapan ini merupakan tahap stabilisasi dimana aturan, ritual dan prosedur telah ditetapkan dan diterima
    oleh seluruh anggota.
    pembentukan struktur kelompok :
    a. ROLE (peran)
    b. NORM (norma)
        aturan yang menggambarkan tindakan-tindakan yang harus dijalankan oleh anggota kelompok
    c. hubungan antar kelompok

4. PERFORMANCE
    (kerja sama dalam kelompok)
    a. fasilitas sosial (Norman Triplett 1897) memaparkan tentang kehadiran orang lain meningkatkan kinerja  
        seseorang
    b. tipe tugas
    c. meningkatnya performa kelompok

·  

Sabtu, 23 Oktober 2010

perilaku agresif massa

analisis yang sudah dilakukan banyak pihak tentang perilaku kekerasan belakangan ini meyebutkan kesenjangn sosial, SARA, polotik massa, budaya kekerasan, dan kooptasi kekuasaan sebagai konsep-konsep non psikologi yang melihat masalah secara sosiologis. semua faktor itu adalah faktor-faktor stimulus yang digolongkan sebagai suatu yang sudah seharusnya.

sebaliknya telaah psikologi sosial, tidak selamanya deprivasi (perasaan kecewa, tertekan, putus asa) dan frustasi yang dikelompokkan sebagai seharusnya oleh sosiolog, mendorong perilaku agresif. walaupun setiap massa adalah agresif dan kekanak-kanakan, tetapi dalam praktek banyak sekali massa yang tidak berubah menjadi agresif. mengapa ??

ada 6 faktor pendahulu atau prasyarat terjadinya kerusuhan massa, salah satu bentuk dari berubahnya deprivasi dan frustasi menjadi perilaku agresif massal. keenam faktor itu ialah
1.tekanan struktural
2.situasi kondusif
3. tersebarnya kepercayaan atau keyakinan tertentu bahwa akan atau sedang terjadi sesuatu
4. berkurangnya kendali sosial dari aparat keamanan
5. tercukupinya sarana atau prasarana untuk memobilisasi massa
6. faktor pemicu

bila seseorang atau kelompok terkena stimulus oleh enam faktor tersebut, lantas berperilaku keras-beringas-berang, aparat pemerintah akan repot menutupi adanya stimulus. dalam konteks itu, benar pandangan bahwa tak selamanya massa yang terstimulir informasi salah tidak akan memiliki pertimbangan rasional.

keyakinan kolektif mengenai membesarnya arogansi kekuasaan, ketimpangan ekonomi dan diskriminasi yang dirasakan masyarakat luas, juga tidak dengan sendirinya melahirkan perilaku kolektif yang merusak. hal ini disebabkan adanya proses dinamika mental yang menfilteri munculnya perilaku merusak.

penjelasan di atas menggambarkan adanya dinamika proses mental setiap individu memungkinkan bukan dengan sendirinya perilaku mereka sebagai taken for granted, sudah seharusnya given untuk suatu perilaku massa yang merusak.

sumber :
http://www.hamline.edu/apakabar/basisdata/1997/02/05/0050.html

kekerasan massa

analisis tetang kekerasan massa selama ini, pada umumnya tak terbatas pada kerusuhan yang terjadi secara sporadis. dengan beberapa faktor dari segi eksternal pelaku atau sebagai masalah sosial; apakah itu faktor kesenjangan sosial ekonomi, unsur SARA ataupun ditunggangi. padahal tak kalah pentingnya adalah analisis dari segi internal masing-masing pelaku individu yang kemudian berbaur sebagai kelompok berperilaku keras atau sebagai masalah psikologi.

ada beberapa sebab mengapa kekerasan massa kurang di dekati secara psikologis :

pertama, kemungkinan psikologi terlalu asyik dengan masalah konvensional seperti anak bermasalah atau konflik perkawinan

kedua, psikologi merasa lebih berkompeten dengan urusan mikro dan bukan makro seperti halnya kekerasan massa

ketiga, pendekatan sosiologis sering menafikan peranan individu dan kemampuan individu mempertimbangkan perilakunya

keempat, berkaitan dengan urgensi memecahkan masalah maka kekerasan massa yang muncul dalam setengah dekade terakhir adalah resultat dari massa yang bertendens.

artinya telaah psikologi, lebih tepat psikologi sosial menempatkan obyek material perilaku sebagai proses dinamika mental. massa yang terbentuk atau membentuk diri, memiliki kecenderungan besar untuk merusak dan melakukan kekerasan. padahal massa tidak dengan sendirinya indentik dengan perilaku merusak atau kekerasan. itulah proses dinamika mental sehingga fakta kekerasan massa tak harus dilihat secara ekstrinsik seperti halnya didekati berbagai disiplin lain selama ini.

apa yang terjadi bila seseorang terkena berbagai stimulus itu ?
mereka bisa terprovokasi, frustasi atau menderita stres lingkungan. kemudian terbentuklah satu keyakinan kolektif, yang walaupun tidak serta merta menjadi perilaku massal, merekalah kelompok potensial untuk terlibat dalam kerusuhan massa. sebaliknya kelompok potensial ini pun bisa berperilaku brutal.

referensi :
http://www.hamline.edu/apakabar/basisdata/1997/02/05/0050.html



Selasa, 19 Oktober 2010

kelompok pelaku baik massa aktif maupun massa pasif

sekolompok massa yang berkumpul baik itu massa abtrak maupun massa konkrit dapat berubah menjadi massa aktif maupun masssa pasif. dan hal tersebut sangat dominan di negeri tercinta kita ini. salah satu faktor terjadinya adalah sebuah provokasi. ataupun kelompok provokator yang membuat sekelompok massa menjadi brutal.
sebelum nya di jelaskan lebih dulu tentang massa pasif dan massa aktif.

massa pasif merupakan massa lokal yang berkumpul karena adanya rasa ingin tahu apa yang akan terjadi. dan ada yang ikut-ikutan merusak yang akhirnya terjadi kerusuhan. kemudian dari rasa ingin tahunya para massa pasif  mereka yang bertemu dengan kelompok provokator dan berubah menjadi massa aktif.

massa aktif yaitu massa dalam jumlah puluhan atau ratusan yang telah terprovokasi kemudian berubah menjadi agresif, melakukan perusakan dan pembakaran dan bergerak terorganisir.

sebenarnya untuk mengajukan anspirasi masyarakat itu diperbolehkan asalkan sekelompok massa tersebut berdemo dengan aman dan melakukan demo sesuai aturan perundangan tentang demonstrasi. tapi kelompok provokator inilah yang menjadi sumber pecahnya ketenangan dan kedamaian. dan tidak sedikit pula warga atau masyarakat sekitar yang menjadi korban akibat perbuatan para kelompok provokator yang merubah massa pasif menjadi massa aktif.