1. Kepemimpinan Menurut Teori Sifat
Dasar : keberhasilan seorang pemimpin ditentukan oleh sifat-sifat, perangai atau
ciri-ciri yang dimiliki orang tersebut. Sifat-sifat tersebut bisa berupa sifat fisik
maupun psikologis.
a) Ordway Tead
Sifat pemimpin terdiri dari : energi jasmani-rohani, kepastian akan
maksud dan arah tujuan, antusiasme atau perhatian yang besar, ramah
tamah, penuh rasa persahabatan dan ketulusan hati, integritas atau
pribadi yang utuh, kecakapan teknis, kecakapan mengajar, kesetiaan.
b) Chester I Barnard
Sifat pemimpin berkaitan dengan sifat pribadinya yang terdiri dari sifat
fisik, skill, teknologi, daya tangkap, pengetahuan, memori dan imajinasi.
Sifat pribadi mempunyai watak yang subjektif, yaitu keunggulan seorang
pemimpin di dalam keyakinan (determination), ketekunan (persistence),
daya tahan (endurance) dan keberanian (courage).
c) Ralph Stodgill
Sifat–sifat pemimpin terdiri dari:
Capacity : intelegen, kewaspadaan, verbal facility, keaslian danCapacity : intelegen, kewaspadaan, verbal facility,
kemampuan menilai
Achievement : gelar kesarjanaan, pengetahuan, keberhasilanAchievement : gelar kesarjanaan, pengetahuan, keberhasilan
dalam olah raga
Responsibility: berdikari, inisiatif, ketekunan, agresivitas, percayaResponsibility: berdikari, inisiatif, ketekunan, agresivitas,
diri, keinginan untuk unggul
Participation : aktif, pandai bergaul, kerja sama, mudahParticipation : aktif, pandai bergaul, kerja sama, mudah
menyesuaikan diri, humoris
Situation : mental level, status, skill, kebutuhan, interest ofSituation : mental level, status, skill, kebutuhan, interest of
followers, tujuan yang ingin dicapai
2. Kepemimpinan Menurut Teori Perilaku
Perilaku pemimpin cenderung pada dua hal, yaitu:
a) Consideration, dimana pemimpin cenderung pada kepentingan bawahan. Ia
tipe pemimpin yang ramah, mendukung dan membela, mau berkonsultasi,
mendengarkan bawahan, menerima usulan bawahan, memikirkan
kesejahteraan bawahan dan memperlakukan bawahan setingkat dengan
dirinya.
b) Initiating Structure, dimana pemimpin cenderung mementingkan tujuan
organisasi. Ia tipe pemimpin yang suka memberi kritik pada pelaksanaan
tugas-tugas kerja yang jelek, menekankan pentingnya batas waktu
pelaksanaan tugas-tugas kepada bawahan, selalu memberi tahu apa-apa
yang harus dikerjakan bawahan, selalu memberi petunjuk bagaimana
melakukan tugas, memberi standar tertentu atas pekerjaan, meminta
bawahan agar selalu menuruti dan mengikuti standar yang telah ditetapkan,
serta selalu mengawasi bawahan.
Model Kepemimpinan Kontinum
Diajukan oleh Robert Tannenbaum dan Warren H Schmidt, isinya ada tujuh
tingkatan hubungan pemimpin dan bawahan, yaitu:
a) Telling → membuat dan mengumumkan keputusan terhadap bawahan
b) Selling → menjual dan menawarkan keputusan terhadap bawahan
c) Menyampaikan ide dan mengundang pertanyaan
d) Memberi keputusan tentatif yang masih dapat diubah
e) Consulting → memberi masalah dan minta saran pemecahannya
f) Menentukan batas-batas dan minta kelompok untuk membuat keputusan
g) Joining → mengijinkan bawahan berfungsi dalam batas-batas yang
ditentukan
Manajerial Grid (Grafik Kepemimpinan)
Diajukan oleh Robert R Blake dan Jane S Mouton, menurut mereka
kepeminpinan dapat diukur dari dua dimensi, yaitu:
a) Perhatiannya terhadap tugas / hasil (T)
b) Perhatiannya terhadap bawahan / hubungan kerja (H), maka muncul 5
tipe kepemimpinan:
- impoverished leadership (koordinat 1,1)
- middle of the road (koordinat 5,5)
- country club leadership (koordinat 1,9)
- task leadership (koordinat 9,1)
- team leadership (koordinat 9,9)
Manajemen Sistem Dari Likert
Merupakan penyempurnaan, model kepemimpinan kontinum. Ada empat macam
gaya kepemimpinan:
a) Sistem I → otoriter (explosive / authoritative)
b) Sistem II → otoriter yang bijaksana (benevolent authoritative)
c) Sistem III → konsultatif
d) Sistem IV → partisipatif
Teori 3-D
Teori 3-D dari Reddin merupakan pola dasar untuk menentukan perilaku
kepemimpinan, yaitu:
a) Task oriented
b) Relationship oriented
c) Effectiveness oriented
Pola dasar diatas memunculkan 8 gaya kepemimpinan:
- Deserter - Bereaucrat
- Missionary - Developer
- Autocrat - Benevolent autocrat
- Compromiser - Executive
4. Kepemimpinan Menurut Teori Kontingensi
Dalam model Fiedler, terdapat tiga elemen penentu gaya dan perilaku
kepemimpinan efektif, yaitu:
a) Leader-member relations
b) Task structure
c) Leader’s position power
Model Kepemimpinan Menurut Situasi
Tipe kepemimpinan adalah pola perilaku yang ditampilkan oleh seorang
pemimpin pada saat pemimpin itu mencoba untuk mempengaruhi orang lain
sepanjang diamati oleh orang lain.
Gaya kepemimpinan berbeda dari satu situasi ke situasi lainnya sehingga
perlu diagnosa yang baik. Pemimpin yang baik harus mampu mengubah
perilakunya sesuai dengan situasi, serta mampu memperlakukan bawahan sesuai
kebutuhan dan motif yang berbeda-beda.
Tipe kepemimpinan yang situasional terdiri dari:
- direktif
- suportif
- kombinasi
psikologi kelompok-widia komalasari-10508233
Sabtu, 25 Desember 2010
DEFINISI KEPEMIMPINAN
Menurut Blanchard : proses dalam mempengaruhi kegiatan-kegiatan seseorang atau kelompok dalam usahanya mencapai tujuan dalam suatu
situasi tertentu.
Dirumuskan sbb : K = f ( p, b, s )
K : kepemimpinan f : fungsi p : pemipin
b : bawahan s : situasi
Menurut Cragan dan Wright : komunikasi yang secara positif mempengaruhi kelompok untuk bergerak ke arah tujuan kelompok.
Menurut Stogdill (1948) : suatu proses mempengaruhi aktivitas kelompok dalam rangka perumusan dan pencapaian tujuan.
Klasifikasi Gaya kepemimpinan menurut White dan Lippit (1960):
Otoriter → keputusan dan kebijakan seluruhnya ditentukan oleh pemimpin
Demokratis → pemimpin mendorong dan membantu anggota untuk membicarakan dan memutuskan semua kebijakan
Laissez Faire → pemimpin memberikan kebebasan penuh bagi anggota kelompok untuk mengambil keputusan individual dengan partisipasi
pemimpin yang minimal
Syarat-syarat gaya kepemimpinan demokratis yang produktif menurut Gibb
(1969), bila:
a) tidak ada anggota kelompok yamg merasa dirinya lebih mampu mengatasi
persoalan daripada kelompok yang lain
b) metode komunikasi yang tepat belum diketahui atau tidak dipahami
c) semua anggota berusaha mempertahankan hak-hak individual mereka
Syarat-syarat gaya kepemimpinan otoriter yang efektif, bila:
a) kecepatan dan efisiensi pekerjaan lebih utama daripada perundingan
b) situasinya benar-benar baru sehingga anggota kelompok butuh pengertian
situasi tertentu.
Dirumuskan sbb : K = f ( p, b, s )
K : kepemimpinan f : fungsi p : pemipin
b : bawahan s : situasi
Menurut Cragan dan Wright : komunikasi yang secara positif mempengaruhi kelompok untuk bergerak ke arah tujuan kelompok.
Menurut Stogdill (1948) : suatu proses mempengaruhi aktivitas kelompok dalam rangka perumusan dan pencapaian tujuan.
Klasifikasi Gaya kepemimpinan menurut White dan Lippit (1960):
Otoriter → keputusan dan kebijakan seluruhnya ditentukan oleh pemimpin
Demokratis → pemimpin mendorong dan membantu anggota untuk membicarakan dan memutuskan semua kebijakan
Laissez Faire → pemimpin memberikan kebebasan penuh bagi anggota kelompok untuk mengambil keputusan individual dengan partisipasi
pemimpin yang minimal
Syarat-syarat gaya kepemimpinan demokratis yang produktif menurut Gibb
(1969), bila:
a) tidak ada anggota kelompok yamg merasa dirinya lebih mampu mengatasi
persoalan daripada kelompok yang lain
b) metode komunikasi yang tepat belum diketahui atau tidak dipahami
c) semua anggota berusaha mempertahankan hak-hak individual mereka
Syarat-syarat gaya kepemimpinan otoriter yang efektif, bila:
a) kecepatan dan efisiensi pekerjaan lebih utama daripada perundingan
b) situasinya benar-benar baru sehingga anggota kelompok butuh pengertian
Minggu, 28 November 2010
MOTIVASI DAN TUJUAN KELOMPOK
A. Definisi
(1) Proses psikologis yang mencerminkan interaksi antara sikap, kebutuhan,
persepsi dan keputusan yang terjadi pada diri seseorang, timbul dari dalam diri
(intrinsik) atau dari luar diri (ekstrinsik) karena adanya rangsangan.
(2) Dorongan kerja yang timbul pada diri seseorang untuk berperilaku dalam
mencapai tujuan yang telah ditentukan.
(3) Suatu usaha sadar untuk mempengaruhi perilaku seseorang agar mengarah
pada tercapainya tujuan organisasi.
B. Teori-teori Motivasi
1. Teori Kebutuhan
tindakan manusia pada dasarnya untuk memenuhi kebutuhannya
Tokoh : Maslow, Herzberg, Mc Clleland, Vroom
a. Satisfaction of Needs Theory (Maslow)
menyusun tingkat kebutuhan manusia
b. Motivation Maintenance Theory (Herzberg)
Ada 2 faktor yang mempengaruhi individu:
Satisfiers = intrinsic factor
Maslow = higher order needs (self esteem dan self actualization)
Dissatisfiers = extrinsic factor
Maslow = lower order needs (fisiologis, security dan social)
c. Teori Kebutuhan dari Mc Clleland
Need of power
Need of affiliation
Need of achievement
Faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi:
1. ciri-ciri pribadi individu (individual characteristic)
2. tingkat dan jenis pekerjaan (job characteristic)
3. lingkungan (environmental situations)
(1) Proses psikologis yang mencerminkan interaksi antara sikap, kebutuhan,
persepsi dan keputusan yang terjadi pada diri seseorang, timbul dari dalam diri
(intrinsik) atau dari luar diri (ekstrinsik) karena adanya rangsangan.
(2) Dorongan kerja yang timbul pada diri seseorang untuk berperilaku dalam
mencapai tujuan yang telah ditentukan.
(3) Suatu usaha sadar untuk mempengaruhi perilaku seseorang agar mengarah
pada tercapainya tujuan organisasi.
B. Teori-teori Motivasi
1. Teori Kebutuhan
tindakan manusia pada dasarnya untuk memenuhi kebutuhannya
Tokoh : Maslow, Herzberg, Mc Clleland, Vroom
a. Satisfaction of Needs Theory (Maslow)
menyusun tingkat kebutuhan manusia
b. Motivation Maintenance Theory (Herzberg)
Ada 2 faktor yang mempengaruhi individu:
Satisfiers = intrinsic factor
Maslow = higher order needs (self esteem dan self actualization)
Dissatisfiers = extrinsic factor
Maslow = lower order needs (fisiologis, security dan social)
c. Teori Kebutuhan dari Mc Clleland
Need of power
Need of affiliation
Need of achievement
Faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi:
1. ciri-ciri pribadi individu (individual characteristic)
2. tingkat dan jenis pekerjaan (job characteristic)
3. lingkungan (environmental situations)
Sabtu, 20 November 2010
kohesivitas yang produktif
Sebuah proyek penelitian yang dilakukan oleh Stanley (1977, p 69) menunjukkan bahwa hasil thepositive dalam kasus produktivitas sebenarnya adalah konfirmasi besar dari prediksi yang kohesi tinggi terkait dengan variabilitas tinggi antara kelompok-kelompok dalam standar kinerja. Lebih tup (2006, p 226) mendefinisikan empat kategori "Dampak kohesi kelompok: 1) Kepuasan 2) komunikasi 3), permusuhan 4) produktivitas. Meskipun permusuhan sering tinggi dalam kelompok-kelompok kohesif, tapi tindakan seperti diarahkan terhadap non-anggota.
Profesor losh (2001) menjelaskan kelompok thathighly kohesif dapat menerapkan aturan kelompok, apa yang mereka, jauh lebih baik daripada kelompok lain yang kurang kohesif. sesuai dengan tekanan (tekanan internal) lebih besar. Karena orang-orang nilai keanggotaan mereka dalam kelompok tertutup, siap untuk menyesuaikan perilaku mereka dengan norma kelompok. Meskipun badai "pertama" dan konflik, ketika kelompok "gel", sebuah normalisasi "" adalah mengikuti periode dan anggota. Namun, tekanan eksternal yang lebih besar. kelompok penekan yang lebih bersatu pada kelompok dissidentsthe memenuhi pedoman ini, kelompok yang kurang kohesif serta melakukan.
Namun, Lebih tua (2006, p 226) berpendapat bahwa meskipun beberapa peneliti telah menemukan bahwa kelompok kohesif sangat produktif, memiliki tingkat tinggi kohesi kelompok, beberapa hasil buruk. Meskipun kesempatan, kerja sama, dan sebagai akibat dari kohesi tinggi dari anggota kelompok yang dikenal sebagai metode yang paling efektif pengembangan produk dalam industri teknologi tinggi. Sebenarnya, kerja tim didorong dan memang cultureJobs di Silicon Valley.
Untuk kerja sama tim terbaik, manajemen proyek dan hukum merupakan faktor penting. Jika tim ini dikelola dengan baik, sumber daya dapat terbuang. Karena itu, jika kohesi tinggi dalam kelompok dapat mengarah ke peningkatan produktivitas dikelola oleh Grup. karyawan tidak termotivasi dalam kelompok dengan kohesi yang tinggi dapat memimpin seluruh tim demoralisasi dan penurunan produktivitas, sebaliknya, kelompok dengan tinggi cohesionprovided itu dikelola dengan baik dan motivasi staf, beberapa aspek bisa melakukan mujizat. Dalam pengalaman saya dengan kohesi Tinggi, yang dikelola dengan baik dan termotivasi anggota untuk menyelesaikan masalah teknis dan bisnis yang lain mungkin sulit dilakukan dalam waktu yang wajar untuk menyelesaikan.
sumber :
pengaruh kohesivitas dalam sosial
Kajian mengenai perilaku kekerasan yang terjadi dalam suatu kelompok tidak dapat terlepas dari keberadaan kelompok itu sendiri dalam struktur sosial masyarakat. Kelompok memiliki suatu kesatuan perasaan dan aktivitas bersama dalam pola-pola interaksi sosial yang relatif menetap. Adanya perasaan loyal, solidaritas, saling ketertarikan dan saling bekerja sama lebih cenderung timbul dalam suatu ikatan kelompok.
Hasil penelitian psikologi sosial menyebutkan bahwa kelompok yang anggota-anggotanya memiliki kohesivitas tinggi akan memiliki komunikasi yang intensif antar individu-individunya, saling menghargai yang tinggi, interaksi yang kuat, saling memiliki rasa aman dan akan cenderung melakukan suatu kerja sama. Dari karakteristik tersebut dapat diprediksi bahwakelompok akan memiliki peran yang sangat kuat disamping sebagai identitas baru dan juga sebagai kontrol sosial bagi tiap anggota individunya. Pada tahap-tahap tertentu peran kelompok akan sangat dominan terhadap anggotanya sehingga mampu mengkaburkan peran-peran individu di dalam kelompok.Setiap tindakan yang akan dilakukan oleh anggota kelompok akan mengacu pada norma kelompok yang dianutnya.
Salah satu bahasan psikologi sosial menyebutkan bahwa perilaku agresi kekerasan dalam skala kelompok berawal dari adanya proses Berpikir Kelompok (Group Think). Berpikir kelopmpok adalah suatu proses pengambilan keputusan yang terjadi dalam suatu kelompok yang memiliki kohesivitas tinggi. Hal ini dapat dilihat dari beberapa subyek pelaku kekerasan dalam skala kelompok seperti kelompok etnis, kelompok perguruan beladiri, suporter serta kelompok aparat keamanan adalah kelompok yang memiliki kohesivitas yang sangat tinggi. Group Think terjadi dalam kelompok yang sangat menekankan pada konsesus kelompok sehingga kemampuan kritis individu akan cenderung terabaikan (Stephen dalam Hanuwan,2001). Ketika suatu kelompok memutuskan untuk terlibat dalam aksi perilaku kekerasan maka yang terjadi adalah hilangnya peran-peran individu untuk menentukan pendapat akibat adanya ‘konsensus bersama’ yang harus dipatuhi.
Pada saat perilaku agresi muncul sebagai akibat adanya reaksi frustasi agresi kelompok ataupun karena adanya rangsangan fisiologis (phisiological aurosal) atau sebagai respon yang telah dipelajari, maka kelompok akan menghilangkan kontrol sosial yang dimiliki dan meresponnya dalam bentuk tindakan agresi.
Ahli psikologi sosial Irving Janis (Baron & Byrne, dalam Hanurwan, 2001) mengidentifikasi delapan simptom tentang berpikir kelompok (group think) pada proses munculnya kekerasan .Pertama adalah adanya simptom kekebalan diri (illusion of invulnerability), dimana pada situasi ini sebuah kelompok akan memiliki rasa percaya diri yang sangat tinggi dengan keputusan yang diambil dan kemampuan yang mereka miliki. Mereka memandang kelompok mereka yang sangat unggul dan tidak pernah kalah dalam segala hal. Berikutnya adalah adanya simptom stereotip bersama, dimana suatu kelompok memiliki pandangan sempit dan anggapan sepihak bahwa kelompok lain lebih lemah. Adanya simptom moralitas, dimana pada suatu kelompok muncul anggapan bahwa kelompoknyalah yang paling benar dan merasa perlu untuk menjadi pahlawan kebenaran yang bertugas meluruskan kesalahan yang dilakukan kelompok lain. Kemudian adanya simptom rasionalisasi yang menjelaskan adanya argumentasi sendiri bahwa perilaku agresi tersebut merupakan keinginan kelompok lawan sendiri dan tindakan yang dilakukan adalah untuk membebaskan mereka (seperti kasus invasi AS ke Irak).Adanya simptom ilusi anonimitas, dimana ketika ada sebagian anggota yang ragu dengan tindakan kelompoknya namun tidak seorangpun dari mereka memiliki keberanian untuk mengungkapkan keraguan tersebut. Anonimitas yang menyebabkan individu-individu yang masuk dalam kelompok menjadi kehilangan identitas individunya (deindividuasi). Kondisi ini akan mendorong berkurangnya kendali moral individu yang selanjutnya timbul penularan perilaku yang tidak rasional dan cenderung bersifat destruktif. Adanya simptom ini dikuatkan dengan simptom tekanan untuk berkompromi terhadap keputusan kelompok. Individu akan ditekan untuk memiliki pandangan yang sama dengan sebagian besar individu lain yang ada dalam kelompoknya. Sampai pada tahap ini, tahapan berikutnya adalah munculnya gejala Swa-Sensor, dimana dibawah pengaruh kelompok yang sangat kohesif akan membuat sebagian besar orang mensensor setiap pandangan yang berbeda yang muncul dari diri mereka sendiri. Simptom terakhir adalah adanya usaha-usaha pengawasan mental. Dalam kelompok yang kohesif, satu orang atau lebih akan memiliki peran yang secara psikologis bertugas memelihara suasana dengan cara menekan orang yang berbeda pendapat dari kelompok umumnya.
Pola perilaku kekerasan yang didasarkan pada keberadaan simptom-simptom tersebut di dalam suatu kelompok menjadi sebuah persoalan rumit yang sulit untuk dihindari bahkan dihilangkan. Karena esensi dari suatu kelompok itu sendiri yang merupakan bentuk kesatuan sistem sosial dari individu-individu yang ada didalamnya. Sehingga diperlukan strategi-strategi yang efektif untuk mengendalikan dan mengurangi prevalensi perilaku agresi yang dapat muncul dalam suatu kelompok.
Briptu Ritus Nur Armada, S.Psi
sumber :
kohesivitas dalam interaksi
kohesivitas merupakan teamwork dan juga multidimensional.
dalam teamwork banyak teori yang menyatakan bahwa kohesi harus dilakukan bersama dengan keinginan para anggotanya untuk bekerja sama mencapai tujuan. kelompok yang dinyatakan kohesif ditandai dengan considerable interdependece of members, stabilitas antar anggota kelompok, perasaan bertanggung jawab dari hasil usaha kelompok, absent yang berkurang, dan tahan terhadap gangguan. dengan kata lain demi menghasilkan suatu pencapaian yang tinggi diperlukan kerja keras bersama dan maka dari itu relasi antar anggota harus kuat.
kohesivitas adalah multidimensional. dinamika kelompok yang berbeda telah mengkonsep kohesivitas dalam beberapa cara. Kenent Dion yakin bahwa kohesivitas adalah konstruk multidimensional. membentuk kekuatan sosial, rasa untuk bersatu, ketertarikan antar anggota dan kelompok itu sendiri, dan kemampuan kelompok untuk bekerja sebagai tim merupakan semua komponen dari kohesivitas, tetapi kelompok yang kohesif mungkin tidak memiliki seluruh (lengkap) kualitas ini. sehingga, tidak ada kelompok yang benar-benar kohesif. suatu kelompok mungkin menjadi kohesif karena anggotanya bekerja dengan baik dengan anggota lain dan berbeda dari kelompok lain yang menjadi kohesif karena setiap anggotanya memiliki rasa kebersamaan kelompok.
dalam teamwork banyak teori yang menyatakan bahwa kohesi harus dilakukan bersama dengan keinginan para anggotanya untuk bekerja sama mencapai tujuan. kelompok yang dinyatakan kohesif ditandai dengan considerable interdependece of members, stabilitas antar anggota kelompok, perasaan bertanggung jawab dari hasil usaha kelompok, absent yang berkurang, dan tahan terhadap gangguan. dengan kata lain demi menghasilkan suatu pencapaian yang tinggi diperlukan kerja keras bersama dan maka dari itu relasi antar anggota harus kuat.
kohesivitas adalah multidimensional. dinamika kelompok yang berbeda telah mengkonsep kohesivitas dalam beberapa cara. Kenent Dion yakin bahwa kohesivitas adalah konstruk multidimensional. membentuk kekuatan sosial, rasa untuk bersatu, ketertarikan antar anggota dan kelompok itu sendiri, dan kemampuan kelompok untuk bekerja sebagai tim merupakan semua komponen dari kohesivitas, tetapi kelompok yang kohesif mungkin tidak memiliki seluruh (lengkap) kualitas ini. sehingga, tidak ada kelompok yang benar-benar kohesif. suatu kelompok mungkin menjadi kohesif karena anggotanya bekerja dengan baik dengan anggota lain dan berbeda dari kelompok lain yang menjadi kohesif karena setiap anggotanya memiliki rasa kebersamaan kelompok.
sumber:
kohesivitas
Collins dan Raven (1964) : kekuatan yang mendorong anggota kelompok untuk tetap tinggal didalam kelompok dan mencenggahnya meninggalkan kelompok.
kohesivitas kelompok juga merupakan suatu rasa "ke-kita-an/ke-kami-an" dalam kelompok yang mengatasi perbedaan individu dan motifnya dalam kelompok. secara singkat, kohesivitas kelompok adalah "sense of belonging".
menurut Tziner (1982), kohesivitas kelompok ada yang berdasarkan relasi interpersonal yang menekankan pada kepuasan emosional (socio-emotional), dan adapula yang berdasarkan pencapaian tujuan yang menekankan pada kesuksesan penyelesaian masalah (tast-instrumental).
ALAT UKUR
1. ketertarikan interpersonal antar anggota
2. ketertarikan anggota pada kegiatan dan fungsi kelompok
3. sejauh mana anggota tertarik pada kelompok sebagai alat untuk memuaskan kebutuhan personalnya (Mc David and Harary)
kelompok yang makin kohesif maka:
- tingkat kepuasan makin besar
- anggota merasa aman dan terlindungi
- komunikasi lebih efektif, bebas, terbuka dan sering
- makin mudah terjadi komformitas
http://strategihr.insannusantara.com/2010/07/bangun-kelompok-dengan-konflik/
http://docs.google.com/viewer?a=v&q=cache:bUz3nnLjyqcJ:klara_ia.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/9085/Handout%2BPsikologi%2BKelompok.pdf.pdf+ketertarikan+interpersonal&hl=id&gl=id&pid=bl&srcid=ADGEESjqIWVtOyhE-rUgvo8AxAX5E4zUR0GTa2BoA3jIcqZw1uFuHja17wF696Q9HRi2bREUpj31WTaa2F-v_JPV67rlGH8e8e1ZX6Su-3GoY2AdKDheeVFXzsGRnU3WZLtSMY9cAR46&sig=AHIEtbS8fuxttMxcGZAg1l6SPua-J2mYeg
kohesivitas kelompok juga merupakan suatu rasa "ke-kita-an/ke-kami-an" dalam kelompok yang mengatasi perbedaan individu dan motifnya dalam kelompok. secara singkat, kohesivitas kelompok adalah "sense of belonging".
menurut Tziner (1982), kohesivitas kelompok ada yang berdasarkan relasi interpersonal yang menekankan pada kepuasan emosional (socio-emotional), dan adapula yang berdasarkan pencapaian tujuan yang menekankan pada kesuksesan penyelesaian masalah (tast-instrumental).
ALAT UKUR
1. ketertarikan interpersonal antar anggota
2. ketertarikan anggota pada kegiatan dan fungsi kelompok
3. sejauh mana anggota tertarik pada kelompok sebagai alat untuk memuaskan kebutuhan personalnya (Mc David and Harary)
kelompok yang makin kohesif maka:
- tingkat kepuasan makin besar
- anggota merasa aman dan terlindungi
- komunikasi lebih efektif, bebas, terbuka dan sering
- makin mudah terjadi komformitas
http://strategihr.insannusantara.com/2010/07/bangun-kelompok-dengan-konflik/
http://docs.google.com/viewer?a=v&q=cache:bUz3nnLjyqcJ:klara_ia.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/9085/Handout%2BPsikologi%2BKelompok.pdf.pdf+ketertarikan+interpersonal&hl=id&gl=id&pid=bl&srcid=ADGEESjqIWVtOyhE-rUgvo8AxAX5E4zUR0GTa2BoA3jIcqZw1uFuHja17wF696Q9HRi2bREUpj31WTaa2F-v_JPV67rlGH8e8e1ZX6Su-3GoY2AdKDheeVFXzsGRnU3WZLtSMY9cAR46&sig=AHIEtbS8fuxttMxcGZAg1l6SPua-J2mYeg
Langganan:
Postingan (Atom)